Senin, 20 Agustus 2018

[ANTI KORUPSI] MAKI Soroti Dihentikannya Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Buku di Blora

MAKI Soroti Dihentikannya Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Buku di Blora
Foto: Ilustrasi Buku

Kelanjutan perkara penghentian penyidikan dugaan tindak pidana korupsi, pengadaan buku dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Blora terus menyisakan polemik.

Sebelumnya, perkara tersebut, sempat diberhentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng.

Kini, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) angkat bicara soal perkara tersebut.
Tindak pidana korupsi pengadaan buku dari DAK Kabupaten Blora, tahun 2010, 2011, dan 2012 itu dinilai MAKI banyak terdapat keanehan dalam penanganannya.

Bahkan, untuk penghentian perkara atas tersangka Achmad Wardoyo, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Blora dinilainya tidaklah wajar dan penuh kejanggalan.
"Rencananya kami, akan cek ke Kejati Jateng dan ke beberapa sekolah di Blora terkait perkara itu," kata, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman,

Bahkan, Bonyamin, menduga, ada permainan didalam penanganan, hingga terjadi penghentian perkara tersebut.

"Jika SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terbit bermasalah, kami bisa praperadilankan hal itu, dan harus ditindak tegas," ujarnya, tegas.

Sesuai dengan laporan dari Koordinasi dan Supervisi (Korsup) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas wewenang kedua, adanya saling lempar tanggung jawab, antara Badan Pemeriksaan Keuangan Pembangunan (BPKP) dengan Kejati Jateng, pada SP3 29 April 2016 lalu.

Bahkan, dari hasil ekspose 29 Oktober 2013 disimpulkan salah satunya agar penyidik melengkapi bukti. Namun sampai 19 Mei 2015, BPKP Jateng, pada 3 Juni 2015 belum menerima bukti dari Kejati Jateng yang diminta.

Tidak hanya itu, berdasar pada surat klarifikasi KPK RI Nomor R-341/20-25/03/2015 tanggal 6 Maret 2015 ke Kejati Jateng, tentang perkembangan penyidikannya, hasilnya, atas penyidikan tersangka Achmad Wardoyo, penyidik mengaku masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara BPKP Jateng sebagaimana yang dimintakan 10 Oktober 2013.

"Temuan dalam laporan Korsup KPK atas penanganan perkaranya itu menunjukkan ketidakberesan dalam penanganan dan pemberhentian perkara itu, jelas ini terlihat janggal sekali, dan harus MAKI turun tangan," imbuh Bonyamin.

Kejati Jateng sendiri, diketahui telah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi itu, pada tahun 2010, 2011, dan 2012 pada 2016 lalu.

"Penyidikan tersangka Achmad Wardoyo telah dihentikan melalui SP3 Nomor 532 pada tanggal 29 April 2016 lalu sebelum kami menjabat," kata Kepala Kejati Jateng, Sadiman, diwakilkan oleh Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejati Jateng, Indi Permadasa.

Penyidik menilai, dalam penyidikan perkara itu, tidak cukup bukti. Achmad Wardoyo ditetapkan tersangka pada 20 Mei 2013, dan tersangka diduga terlibat atas perannnya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) atas pengadaan buku senilai lebih dari Rp 9 miliar yang disinyalir merugikan negara Rp 1,9 miliar




Virus-free. www.avast.com

[HUMAS] Sejak Digeledah Kejaksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Menghilang

Sejak Digeledah Kejaksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Menghilang
Pasca Penggeledahan, Kepala Dinkes Kabupaten Gresik Menghilang
Sejak tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik, melakukan penggeledahan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gresik, Nurul Dholam "menghilang".

Penggeledahan dilakukan tim Kejari Gresik, terkait adanya dugaan korupsi dana kapitasi Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di 32 Puskesmas yang ada di Kabupaten Gresik.

Upaya penggeledahan, yang dilakukan untuk melengkapi data dan bukti tersebut, dilakukan tim penyidik Kejari Gresik di Kantor Dinkes Kabupaten Gresik, dan rumah pribadi Nurul Dholam, pada Senin (6/8/2018).

Sejak adanya kegiatan penggeledahan tersebut. Sampai saat ini, Nurul Dholam sulit ditemui. Dia seolah lenyap di telan bumi. Belum ada yang mengetahui persis keberadaannya.
 
"Ada undangan untuk Kepala Dinkes Kabupaten Gresik (dr Nurul Dholam, red), karena tidak ada disposisi, terpaksa tidak ada yang hadir," ujar seorang pejabat di lingkungan Dinkes Kabupaten Gresik, yang menolak disebutkan namanya.

Ruang kerjanya yang ada di lantai dua Kantor Dinkes Kabupaten Gresik, selalu tertutup rapat. Hanya pada Kamis (9/8/2018) saja nampak terbuka. Itupun, terjadi pukul 11.00-13.00 WIB.

Tidak cukup hanya di situ, beberapa awak media berusaha mendatangi rumah pribadinya di Jalan Raya Sukomulyo, Kecamatan Gresik. Tetapi, kondisinya tampak sepi dan terkunci rapat.

Para tetangganya juga mengaku kalau pasca penggeledahan, rumah itu selalu sepi. "Tidak tahu, sejak Senin (6/8/2018) lalu, sudah sepi," ujar Mukaromah (41), salah satu tetangga Nurul Dholam.

Kendati begitu, Kepala Kejari Gresik, Pandu Pramoe Kartika menyatakan, saat ini pihaknya berkonsenrasi melakukan pemeriksaan 32 kepala Puskesmas se- Kabupaten Gresik. Kemudian dilanjutkan pemanggilan Kepala Dinkes Kabupaten Gresik, Nurul Dholam. "Pekan ini akan kami panggil," tegasnya.




Virus-free. www.avast.com

[ICW] Benarkah Aparat Negara Kalah Dengan Kartel?: Buku Penerbit Yang DiBlacklist Pemerintah Dibeli Pemkab Ponorogo Dengan Uang Negara

Benarkah Aparat Negara Kalah Dengan Kartel?: Buku Penerbit Yang DiBlacklist Pemerintah Dibeli Pemkab Ponorogo Dengan Uang Negara
Kepada Yth.
1.    Presiden RI
2.    Instansi Terkait
 
Dengan Hormat,
 
Bersama ini disampaikan bahwa di kabupaten Ponorogo telah dilakukan pengadaan buku koleksi perpustakaan SD (Sekolah dasar) tahap ke dua, yang dilaksanakan pada tahun 2017 dengan kode lelang  958360 senilai Rp. 1,3  milyar.
 
Pada pengadaan ini diindikasi ada rekayasa dan korupsi, dimana bisa dilihat dalam pengadaan tersebut bahwa buku yang dikirim banyak dari group penerbit yang di black-list oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yakni buku dari group penerbit Tiga Serangkai.
(NB: untuk mencari info bahwa pada awal tahun 2017 penerbit tiga serangkai di-blacklist Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bisa dicari di google, ketik: penerbit tiga serangkai daftar hitam atau penerbit tiga serngkai blacklist)
 
Rekayasa tampak, bahwa buku dari group penerbit tersebut malah dijadikan keharusan untuk ditawarkan, hal ini bisa dilihat pada RAB (Rancangan Anggaran Biaya) yang dibuat pejabat dinas pendidikan karena RAB didikte oleh pengusaha dan bisa dilihat bahwa dukungan pada rekanan/pengusaha yang menawar diantaranya adalah dukungan dari group penerbit Tiga Serangkai yang di blacklist oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
 
Dan dari proses pengadaan ini juga terlihat modus adanya KARTEL, dimana rekanan yang menawar mendapat dukungan dari 3 perusahaan yang dirias/di-make-up, seolah2 masing2 menjadi distributor dari beberapa penerbit.
 
3 perusahaan yang dirias/di-makeup sebagai distributor tersebut adalah:
1.    Penerbit SPKN (Sarana Panca Karya Nusa) group
2.    Penerbit Intan Pariwara group
3.    Penerbit Tiga Serangkai group.
 
3  perusahaan ini masing2 menjadikan dirinya sebagai distributor berdasar surat penunjukan dari beberapa penerbit. Dan dengan ini itu dijadikan syarat dalam pengadaan, bahwa rekanan harus mendapat surat dukungan dari distributor.
 
Padahal jelas dalam peraturan  yang ada (diantaranya adalah peraturan Menteri Perdagangan),  bahwa sebuah perusahaan untuk bisa menjadi perusahaan distributor adalah harus memenuhi syarat tertentu dan harus terdaftar sebagai perusahaan distributor di Kementrian Perdagangan.
 
Jadi bagaimana bisa perusahaan penerbit yang sebenarnya bukan perusahaan distributor lalu berperan seolah sebagai distributor dan memberikan dukungan pada rekanan/perusahaan yang mengikuti pengadaan buku perpustakaan di Ponorogo?
 
Dan bagaimana bisa penerbit Tiga Serangkai yang masuk daftar hitam bisa berperan sebagai distributor dan buku2 dari penerbit tiga serangkai dan groupnya yang masuk daftar hitam mengatur pengadaan sehingga bukunya malah dibeli memakai uang negara untuk dibagikan ke sekolah2 di Ponorogo? Padahal dengan keputusan blacklist itu penerbit Tiga Serangkai (dan groupnya, penerbit Tiga Kelana) oleh Menteri Pendidikan dilarang menerbitkan dan mengedarkan buku2 untuk anak usia sekolah.
 
Sedangkan dugaan adanya kartel, bisa dilihat bahwa 3 perusahaan yang berperan seolah sebagai distributor itu, mendapat penunjukan dari penerbit2.  Bahkan  beberapa penerbit yng memberi penunjukan itu sebenarnya penerbit yang sudah tidak aktif (bisa dilihat bahwa bahkan ada yang tidak mempunyai kantor dan sudah tidak beroperasi) dan bukunya dicetakkan oleh group dari penerbit yng berperan seolah sebagai distributor.
 
Dan ada beberapa penerbit yang menunjuk sebagai distributor itu sebenarnya adalah merupakan group dari penerbit yang berperan seolah sebagai distributor. Sehingga jika ditelusuri aliran keuangannya, bisa diketemukan bahwa penerbit itu pemiliknya adalah orang yang sama.
 
Karena perbuatan pada tahun 2017 ini aman2 saja dan diduga bisa mengelabui aparat hukum, maka pada tahun 2018 hal ini diulangi lagi yakni pada pengadaan koleksi perpustakaan SD dengan kode lelang 1259360 senilai Rp. 2,5 milyar.

Hanya saja, karena dugaan kartel itu infonya sudah mulai tercium di beberapa daerah di Indonesia, maka pada tahun 2018 perusahaan yang dirias/di-makeup seolah sebagai distributor diganti perusahaan lain, tapi masih satu group dengan 3 perusahaan tersebut diatas.
 
Bisa dilihat perusahaan yang pada tahun 2017 membuat surat penunjukkan sebagai distributor kepada PT SPKN, pada tahun 2018 ini berbalik mendapat surat penunjukkan sebagai distributor dari PT SPKN. Demikian juga dari Intan Pariwara group dan Tiga Serangkai group.

Sehingga pada tahun 2018, kembali kabupaten Ponorogo membeli buku dari penerbit yang di blacklist oleh Menteri Pendidikan untuk dibagikan ke sekolah2 di Ponorogo.
 
Infonya pemain yang mengatur pengadaan buku perpustakan di Ponorogo ini adalah orang yang sama yang mengatur pengadaan buku perpustakaan di kabupaten Jombang tahun 2017 dan karena juga belum ada tindakan dari aparat negara maka diulangi juga di Jombang pada tahun 2018. Sehingga bisa dilihat RAB dan buku2 yang dikirim adalah sama.
 
Selain itu, indikasi adanya kartel bisa dilihat bahwa kabupaten Ponorogo terpaksa membeli buku2 yang lebih tipis dan kualitas yang tidak maksimal dengan harga jauh diatas pasaran. Padahal banyak buku perpustakaan untuk SD dan SMP yang lulus penilaian dari pusat perbukuan dan kurikulum yang lebih tebal halaman dan lebih bagus kualitasnya, tetapi itu tidak dibeli oleh kabupaten Ponorogo.
 
Demikian terima kasih
Hormat kami
 
WAROG – Warung Anti Korupsi Ponorogo
----------------------------------------
keterangan: forward info dari group WA dan twitter seputar_ponorogo




Virus-free. www.avast.com

[ICW] Eks Kepala BKPSDM Bandung Barat Dituntut Penjara 2,5 Tahun Jaksa KPK Menilai Terbukti Korupsi

Eks Kepala BKPSDM Bandung Barat Dituntut Penjara 2,5 Tahun
Jaksa KPK Menilai Terbukti Korupsi

Mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemkab Bandung Barat, Asep Hikayat menjalani sidang tuntutan dalam kasus gratifikasi melibatkan mantan Bupati Bandung Barat Abubakar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Senin (20/8/2018).

Dalam tuntutannya yang dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Nugraha, Feby Dwiyosupendy, dan Titto Jaelani terungkap bahwa terdakwa Asep Hikayat dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut seperti dalam dakwaan alternatif pertama.

Untuk diketahui dalam dakwaannya disebutkan bahwa dakwaan alternatif pertama, Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentnag Pemberantasan Tindak Pidna Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.

"(Jaksa menuntut) Supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Asep Hikayat dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsidair dua bulan kurungan," ujar jaksa, Budi Nugraha.

Dalam kasus ini, Asep Hikayat memberikan uang Rp 110 juta kepada Abubakar via Weti Lembanawati selaku Kepala Disperindag dan Adiyoto sebagai Kepala Bappelitbangda agar Abubakar tetap mempertahankan jabatan Asep selaku Kepala BKPSDM.

Kedua perantara tersebut juga berstatus sebagai terdakwa dalam berkas terpisah.
Selama persidangan diketahui bahwa uang itu juga sekaligus untuk membiayai pemenangan pasangan calon bupati dan wakil bupati, Elin dan Maman di Pilkada Bandung Barat 2018. Elin merupakan istri dari Abubakar.

Di persidangan, Adiyoto menerangkan bahwa Abubakar saat briefing kepala dinas mengatakan "Apabila tidak bisa dibina maka dibinasakan".

Hal itu diperkuat dengan keterangan Weti Lembanawati yang mengatakan jika kepala dinas tidak loyal akan mendapat konsekuensi.

"Sehinga hal itu menjadi salah satu alasan para kepala dinas memenuhi permintaan Abubakar untuk berpartisipasi iuran sejumlah uang guna kepentingan pencalonan Elin Suharliah-Maman Sulaiman Sunjaya di Pilkada Bandung Barat 2018-2023," ujar Jaksa.



Sumber: http://prahara1.blogspot.com/2018/08/kpk-ri-eks-kepala-bkpsdm-bandung-barat.html

Virus-free. www.avast.com

Minggu, 19 Agustus 2018

Kejaksaan Tinggi Jatim Didemo Mahasiwa dan Masyarakat

Kejaksaan Tinggi Jatim Didemo Mahasiwa dan Masyarakat
Puluhan mahasiswa hingga masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Madura (Gapura) dan Lingkar Studi Advokasi Kebijakan Publik (LSAKP) menggelar aksi di depan Kejaksaan Tinggi Jatim. Aksi ini menuntut penyelesaian kasus korupsi yang terjadi baik di Madura hingga Jatim.

"Kami menuntut keseriusan kejaksaan tinggi dalam mengurus kasus-kasus yang selama ini mandek (berhenti)," ujar Koordinator Aksi Abdul Razaq saat aksi di depan kantor Kejati Jatim Jalan Ahmad Yani, Surabaya,

Tak hanya itu, para pendemo ini juga menyoroti beberapa keanehan. Misalnya, ada beberapa kasus yang sudah SP3 dan telah ditetapkan tersangka, tapi anehnya kasus tersebut menguap.

"Ada beberapa kasus yang sudah SP3 padahal sudah menetapkan tersangka, namun seakan hilang. Keanehan yang sungguh berlipat," kata Razaq.

Razaq mengatakan ada pula beberapa kasus yang telah dilaporkan namun tidak ditindak dan justru bocor kepada pelaku. Dia menduga ada pihak-pihak yang mencoba membocorkan hal ini.

"Adanya indikasi pembocoran terhadap laporan yang dibawa oleh pelapor terhadap terlapor yang seharusnya pembawa laporan tindak pidana korupsi dilindungi kerahasiaannya. Tetapi sering kali terlapor sudah mengetahui informasi tentang adanya laporan oleh teman-teman LSM dan masyarakat," imbuhnya.

Razaq mendesak Kajati untuk menindak tegas oknum orang dalam yang telah melakukan praktek tersebut.

"Kami mendesak kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, untuk mencopot dan menindak tegas para oknum yang telah melakukan praktek kotor dalam ruang lingkup pelayanan publik yang berada di bawah naungan Kejaksaan Tinggi Jatim," tuntutnya.



Kamis, 02 Agustus 2018

Terindikasi Korupsi, Pembelian Komputer UNBK di Blitar Disorot Masyarakat

Terindikasi Korupsi, Pembelian Komputer UNBK di Blitar Disorot Masyarakat
Foto: packing kardus komputer yang ditutupi kertas HVS yang diprint identitas baru
untuk menutupi identitas yang tertera pada kardus

Pembelian komputer bernilai sekitar Rp. 3 milyar untuk mensukseskan program UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) di kabupaten Blitar disorot oleh PETIR - Perkumpulan Anti Korupsi Blitar, karena dalam prakteknya terungkap adanya indikasi rekayasa yang bisa menjurus pada tindak pidana korupsi.

"Pembelian komputer pada tahun 2018 itu sebenarnya melalui proses pengadaan dengan pembelian melalui e-katalog via Axiqoe.com. Sepintas dengan pembelian melalui e-katalog maka tidak ada rekayasa  dan dugaan korupsi dalam pengadaan tersebut", kata Hasan ketua Petir.

Akan tetapi, dalam proses selanjutnya, ternyata ada indikasi yang menjurus pada pelanggaran hukum. Dimana dalam pembelian melalui e-katalog itu yang di-klik atau dibeli adalah merk dan type komputer tertentu, akan tetapi dalam kontrak dan komputer yang dikirim ke sekolah2, ternyata adalah merk dan type yang berbeda dengan apa yang di-klik melalui proses e-katalog tersebut.

"Jika proses pengadaan melalui e-katalog, tentunya kontrak dan barang yang dikirim adalah sama dengan apa yang diklik dalam proses pembelian melalui e-katalog atau online shop yang ada pada LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah). Jika kontrak dan barang yang dikirim itu dirubah2 dan tidak sama dengan apa yang di-klik pada e-katalog LKPP, ini sama saja dengan proses pengadaan dengan cara penunjukan langsung" ujarnya.

"Apa boleh pembelian barang memakai dana pemerintah bernilai Rp. 3 milyar melalui proses penunjukan langsung? Sehingga terkesan dalam pembelian komputer ini ada upaya mengelabui LKPP dan aparat negara lainnya, dimana seolah2 sudah melalui proses yang benar yakni belanja melalui e-katalog, dan atau menghindari pembelian melalui proses lelang pengadaan, akan tetapi yang terjadi sebenarnya adalah pembelian melalui proses penunjukan langsung". tutur Hasan.

Dan berdasar laporan dari sekolah2, Petir malah menemukan hal lain yang cukup mengejutkan, dimana komputer yang dikirim diduga bukan merupakan komputer baru, melainkan ada indikasi bahwa komputer2 itu adalah barang re-kondisi. Yakni barang bukan baru yang diservis dan atau direkondisi agar tampak sebagai barang baru.

Hal ini bisa dilihat, diantaranya adalah bahwa packing kardus komputer, itu ditempeli kertas HVS yang dicetak identitas bahwa komputer itu adalah komputer merk  Acer Type Veriton 2648 beserta keterangan spesifikasinya. Dimana tempelan kertas HVS itu dipakai untuk menutupi identitas merk dan type komputer sebenarnya yang tertulis dalam kardus packing.

"Kan aneh, karena jika itu komputer baru, tentunya packing kardus juga baru, misalnya saja kita beli komputer baru merk dan type A, tapi kita diberi komputer yang dipacking pakai kardus komputer merk dan type B dan atau malah dipacking pakai kardus teve, tapi lalu identitas pada kardus itu ditutupi dengan tempelan2 kertas HVS yang dicetak yang menyebutkan bahwa isi dalam kardus itu adalah komputer merk dan type A. Apakah kita yakin bahwa komputer itu komputer merk dan type A baru?, terang Hasan

Kejanggalan lainnya menurut Petir adalah, bahwa memori komputer yang dikirim ke sekolah2 itu tidak sama, ada yang memorinya 1 Giga, ada yang 2 Giga, ada yang 4 Giga dan lain lain. Padahal spesifikasi dalam kontrak pengadaan ratusan unit komputer itu spesifikasinya adalah sama. Tapi kok bisa komputer yang dikirim itu barang campur campur.

Untuk itu Hasan berharap agar aparat negara dapat mengusut kasus ini secara tuntas, agar upaya memanipulasi ketentuan pengadaan oleh LKPP yang bertujuan mengurangi tindak pidana korupsi itu tidak lagi menjadi modus, karena modus memanipulasi untuk mengelabui aparat negara seperti ini sekarang cukup marak.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Blitar, bapak Budi Kusumarjoko ketika dihubungi ponselnya 08123589287 belum memberikan tanggapan.